Makalah Pengertian Waris Gharawain? Contoh Masalah pembagian gharawain? Makalah Pengertian Aul dan Radd? Pengertian Aul? Syarat Aul? Syarat aul? Contoh masalah aul? Contoh Pembagian waris aul? Contoh radd? Pengertian Radd? Syarat Radd? Contoh masalah radd? Contoh Pembagian Waris radd? Hukum waris islam? ahli waris? Pembagian warisan? Pembagian warisan menurut islam? Pembagian harta warisan?
A. PENDAHULUAN
Di
dalaam Hukum Waris Islam ada masalah-masalah kewarisan yanggg diselesaikan
secara khusus.Masalah-masalah Khusus Dalaam Kewarisan ini ialah
persoalan-persoalan kewarisan yanggg penyelesaiannya menyimpang darii
penyelesaian yanggg biasa, dengaan kata lain pembagian harta warisan itu tidak
dilakukan sebagaimana biasanya.
Masalah-masalah khusus ini timbul karena adanya kejanggalan apabila
penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara biasa. Untukk
menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan
itu dilakukan secara khusus[1].
Adapun beberapa persoalan kewarisan yanggg harus diselesaikan secara
khusus, yaitu :
1.
Al-Gharawain (Umariyatain)
2.
Al-Musyarakah (Musyarikah)
3.
Masalah Datuk Bersama Saudara (Akdariiyah)
4.
‘Aul dan Rad
Dalaam
pembahasan makalah ini selanjutnya hanya akan membahas tentang Gharawain
(masalah yanggg menyimpang darii ketentuan yanggg berlaku secara umum) dan
penyelesaian pembagian warisan apabila ahli waris hanya terdiri darii ashabul
furud yanggg penyelesaiannya dengaan cara ‘Aul dan Radd.
C. MASALAH ‘AUL
Secara
harfiah, ‘aul artinya bertambah atau meningkat.Dikatakan ‘aul, karena dalaam
praktek pembagian warisan, angka asal masalah harus ditingkatkan atau dinaikkan
sebesar angka bagian yanggg diterima oleh ahli waris yanggg ada. Langkah ini
diambil karena apabila pembagian warisan diselesaikan menurut ketentuan baku
secara semestinya, maka akan terjadi kekurangan harta[6].
Terjadinya
masalah aul ialah apabila terjadi angka pembilang lebih besar darii angka
penyebut (misalnya 8/6), sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengaan
penyebutnya, namun apabila hal ini dilakukan akan terjadi kesenjangan pendapattan
dan sekaligus menimbulkan persoalan, yaiu siapa yanggg lebih diutamakan darii
para ahli waris tersebut.
Untukk
mencapai pembagian yanggg adil, maka pembagian harta didasarkan kepada angka
pembilang (aul) dan penyebutnya (AM) dalaam hal ini tidak dipergunakan sama
sekali.
Contoh kasus I :
Seorang
istri meninggal dan meninggalkan ahli waris :
AW
|
Bagian
|
6
AM aul 8
|
Suami
|
1/2
|
3
3
|
Ibu
|
1/6
|
1
1
|
Sdr pr sisb
|
1/2
|
3
3
|
Sdr pr sb
|
1/6
|
1
1
|
6/8
8/8
|
Dalaam
kasus ini terlihat bahwa pembilang lebih besar dariipada penyebut, yaitu
pembilang 8 sedangkan penyebut 6 (8/6). Kemudian masing-masing ahli waris pendapattannya
berkurang darii porsi yanggg semestinya diterimanya, yaitu :
Suami harusnya 3/6 akan tetapi menjadi 3/8Ibu harusnya 1/6 akan tetapi menjadi 1/8Sdr pr sisb 3/6 akan tetapi menjadi 3/8Sdr pr sb 1/6 akan tetapi menjadi 1/8
Namun
demikian pengurangan pendapattan masing-masing ahli waris tersebut tetap
proporsional, sehingga dipandang lebih adil dariipada jika dikerjakan seperti
biasa, sebab jika seperti itu akan ada ahli waris yanggg dirugikan, dan yanggg
diuntungkan.
Keterangan
:
1.
Suami mendapatt 1/2 bagian karena tidak ada anak dan cucu
2.
Ibu mendapatt 1/6 bagian karena saudara lebih darii 1 orang (>1)
3.
1 sdr pr seibu sebapak mendapatt 1/2 karena hanya 1 orang
4.
1 sdr pr sebapak mendapatt 1/6 karena mewaris bersama dengaan 1 orang sudara
perempuan seibu sebapak.
Contoh kasus lain :
Seseorang
meninggal dunia, harta warisannya sebesar Rp. 60.000,- ahli warisnya terdiri darii
: istri, ibu, 2 saudara perempuan sekandung dan saudara seibu. Bagian
masing-masing ialah :
>>jika diselesaikan dengaan apa adanya :
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(12)
|
HW
Rp. 60.000.000,-
|
Penerimaan
|
Istri
|
1/4
|
3
|
3/12 x
60.000.000
|
Rp. 15.000.000
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
2/12 x
60.000.000
|
Rp. 10.000.000
|
2sdr pr skd
|
2/3
|
8
|
8/12 x
60.000.000
|
RP. 40.000.000
|
saudara seibu
|
1/6
|
2
|
2/12 x 60.000.000
|
Rp. 10.000.000
|
15
|
Jumlah
|
Rp. 75.000.000
|
Hasilnya
terjadi kekurangan harta sebesar Rp. 15.000.000,-
>>jika diselesaikan dengaan cara ‘aul, maka akan diperoleh hasil sebagai berikut :
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(12)
|
HW
Rp. 60.000.000,-
|
Penerimaan
|
Istri
|
1/4
|
3
|
3/15 x
60.000.000
|
Rp. 12.000.000
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
2/15 x
60.000.000
|
Rp. 8.000.000
|
2sdr pr skd
|
2/3
|
8
|
8/15 x
60.000.000
|
RP. 32.000.000
|
saudara seibu
|
1/6
|
2
|
2/15 x
60.000.000
|
Rp. 8.000.000
|
15
|
Jumlah
|
Rp. 60.000.000
|
Asal
masalah di’aulkan darii 12 menjadi 15, karena jika tidak di’aulkan akan terjadi
kekurangan harta sebesar Rp. 15.000.000,-
Jumhur
ulama menetapkan masalah ‘aul ini karena : tidak ada ketentuan dalaam nas yanggg
mengatur tentang pengutamaan ashabul furud yanggg satu atas yanggg lain. Begitu
pula tidak ada ketentuan yanggg membedakan mereka, karena harta warisan terdapatt
kelebihan atau kekurangan. Dan apabila ada ahli waris yanggg didahulukan dan
mengorbankan ahli waris yanggg lain, berarti menetapkan hokum baru. Kemudian
Rasulullah SAW. Juga memerintahkan dalaam sabda beliau : “Berikanlah
bagian-bagian tertentu kepada yanggg berhak menerimanya. “
Maka,
masalah ‘aul ialah masalah ijtihadiyah dan kondisional sifatnya.Nilai-nilai
keadilan didalaamnya tentu tergantung siapa dan bagaimana melihatnya. Namun
demikian akan lebih adil jika dalaam penyelesaian semacam ini, tidak terjadi
pemberian hak kepada ahli waris dengaan cara mengorbankan ahli waris lainnya.
Oleh karena itu cara yanggg terbaik ialah dengaan cara ‘aul, agar bagian
masing-masing ahli waris yanggg ada dikurangi secara proporsional[7].
D. MASALAH RADD
Secara
harfiah Radd artinya mengembalikan.Masalah radd terjadi apabila dalaam
pembagian waris terdapatt kelebihan harta setelah ahli waris ashabul furud
memperoleh bagiannya dan atau pembilang lebih kecil dariipada penyebut
(23/24). Pada dasarnya radd merupakan kebalikan darii masalah ‘aul. Namun
demikian penyelesaian masalahnya tentu berbeda dengaan masalah aul, karena aul
pada dasarnya kurangnya yanggg akan dibagi sedangkan pada radd ada kelebihan
setelah diadakan pembagian.
Cara
radd ini ditempuh bertujuan untukk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris yanggg
ada seimbang dengaan bagian yanggg diterima masing-masing secara proporsional.
Caranya dengaan mengurangi asal masalah, sehingga besarnya sama dengaan jumlah
bagian yanggg diterima oleh ahli waris. Dan apabila tidak ditempuh cara radd
akan menimbulkan persoalan siapa yanggg berhak menerima kelebihan harta,
sementara tidak ada ahli waris yanggg menerima asabah.
Contoh I :
Seseorang
meninggal dunia, ahli warisnya terdiri darii : anak perempuan dan ibu.
Harta warisannya sebesar Rp. 12.000.000,- bagian masing-masing ialah :
>> Jika tidak ditempuh cara radd :
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(6)
|
HW
Rp. 12.000.000,-
|
Penerimaan
|
Anak pr
|
1/2
|
3
|
3/6 x
12.000.000
|
Rp. 6.000.000
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
1/6 x
12.000.000
|
Rp. 2.000.000
|
4
|
Jumlah
|
Rp. 8.000.000
|
Terdapatt
sisa harta sebesar Rp. 4.000.000,-
>> Jika diselesaikan dengaan cara radd :
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(6-4)
|
HW
Rp. 12.000.000,-
|
Penerimaan
|
Anak pr
|
1/2
|
3
|
3/4 x
12.000.000
|
Rp. 9.000.000
|
Ibu
|
1/6
|
1
|
1/4 x
12.000.000
|
Rp. 3.000.000
|
4
|
Jumlah
|
Rp. 12.000.000
|
Anak perempuan yanggg
semula menerima bagian Rp. 6.000.000,- berubah mendapatt bagian Rp. 9.000.000,-
dan ibu yanggg semula menerima bagian Rp. 2.000.000,- mendapatt bagian Rp.
3.000.000,-
Contoh II :
Seseorang
meninggal dunia, ahli warisnya tediri darii : saudara perempuan sekandung,
saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu. Harta warisannya
sejumlah Rp. 30.000.000,- bagian masing-masing ialah :
>> Jika tidak diselesaikan dengaan cara radd
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(6)
|
HW
Rp. 30.000.000,-
|
Penerimaan
|
Sdr pr skd
|
1/2
|
3
|
3/6 x
30.000.000
|
Rp.15.000.000
|
Sdr pr seayh
|
1/6
|
1
|
1/6 x
30.000.000
|
Rp. 5.000.000
|
Sdr pr seibu
|
1/6
|
1
|
1/6 x
30.000.000
|
Rp. 5.000.000
|
5
|
Jumlah
|
Rp.
25.000.000,-
|
Jadi ada
kelebihan harta sebanyak Rp. 5.000.000,-
>> Jika diselesaikan dengaan cara radd
Ahli
Waris
|
Bag.
|
AM
(6-5)
|
HW
Rp. 30.000.000,-
|
Penerimaan
|
Sdr pr skd
|
1/2
|
3
|
3/5 x
30.000.000
|
Rp.18.000.000
|
Sdr pr seayh
|
1/6
|
1
|
1/5 x 30.000.000
|
Rp. 6.000.000
|
Sdr pr seibu
|
1/6
|
1
|
1/5 x
30.000.000
|
Rp. 6.000.000
|
5
|
Jumlah
|
Rp.
30.000.000,-
|
BEBERAPA PENDAPATT MENGENAI RADD :
1.
Radd atau pengembalian sisa harta warisan bisa dilaksanakan hanya terbatas pada
ahli waris nasabiyah. Jadi ahli sababiyah (suami atau istri) tidak dapatt
menerima radd. Demikian pendapatt mayoritas (jumhur Ulama)
2.
Radd dapatt dilakukan dengaan mengembalikan sisa harta warisan kepada semua
ahli waris yanggg ada, baik ashabul furud nasabiyah maupun sababiyah. Pendapatt
ini dikemukakan oleh sahaat Usman bin Affan. Pertimbangannya, logika dan segi
praktis pembagian warisan. Menurutnya suami dan istri dalaam masalah ;aul
bagian mereka ikut dikurangi, maka apabila terdapatt kelebihan harta, maka
sudah sepantasnya mereka juga diberi hak untukk menerima kelebihan tersebut.
3.
Pendapatt yanggg menolak secara mutlak penyelesaian pembagan warisan dengaan
cara radd. Demikian pendapatt Zaid bin Tsabit dan minoritas ulama lainnya.
Menurut pendapatt ini apabila dalaam pembagian warisan terdapatt kelebihan
harta, tidak perlu dikembalikan kepada ahli waris, tetapi diserahkan ke Baitul
Mal. Fuqaha Syafi’iyah, Muhammad Syarbini, menegaskan “ baik baitul mal atau
kas pembendaharaan Negara berfungsi dengaan baik atau tidak, hak terhadap
kelebihan harta warisan itu berada pada kaum muslimin dan kepada baitul mal
itulah sebagai nazir atau penanggungjawab atas kepentingan kaum muslimin[8].
Pendapatt
terakhir ini cukup praktis dan rasional tapi tidak bisa diberlakukan secara
mutlak.Karena apabila suatu saat kepentingan kaum muslimin sangat membutuhkan
pendanaan, yanggg salah satunya misalnya harus dipenuhi melalui sarana baitul
mal, maka kelebihan harta perlu disetor ke baitul mal, maka kelebihan harta
warisan tersebut lebih baik diserahkan ke baitul mal. Akan etapi jika kebutuhan
umum hanya bersifat subsider saja, maka cara radd untukk mengembalikan sisa
harta kepada ahli waris merupakan langkah yanggg lebih tepat.
Darii penjabaran di atas, maka dapatt kita simpulkan bahwa di dalaam pembagian
warisan, apabila terdapatt kelebihan harta warisan, ada 3 versi.Yaitu ;
1.
Jumhur ulama berpendapatt, sisa harta dikembalikan kepada ahli waris ashabul
furud atau ahli waris yanggg memiliki hubungan darah dengaan yanggg meninggal.
Suami dan istri tidak diberi hak untukk menerima radd karena statusnya sebagai
ah;li waris sababiyah.
2.
Usman bin Affan meyatakan, bahwa sisa harta secara mutlak dikembalikan kepada
semua ahli waris yanggg ada tanpa membedaa status kekerabatannya apakah ahli
waris nasabiyah atau sababiyah. Sudah tentu penerimaan sisa harta tersebt besar
kecilnya sesuai dengaan proporsi bagian yanggg diterimanya.
3.
Zaid bin Tsabit menolak penyelesaian pembagian warisan dengaan cara radd secara
mutlak. Menurutnya, sisa harta warisan diserahkan kepada baitul mal atau kas
pembendaharaan Negara. Dalaam konteks sekarang ini di Indonesia, badan atau
lembaga mana yanggg dapatt diserahi sisa harta warisan yanggg dapatt melakukan
fungsi baitul mal, tampaknya perlu pemikiran dann kesepakatan tersendiri[9].
E. PENUTUP
Demikianlah
makalah tentang masalah kewarisan mengenai Gharawain, ‘aul dan radd yanggg dapatt
kami uraikan, semoga memberikan manfaat bagi kita dan dapatt menambah khazanah
keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalaam hukum waris Islam.
Kami
menyadarii bahwa dalaam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalaam
tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalaam tahap belajar,
kami juga manusia biasa yanggg tidak akan lepas darii salah dan dosa. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi
perbaikan makalah kami selanjutmya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lubis, Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap dan
praktis, ( Jakarta : Sinar grafika, 2008)
Maruzi, Muslich, Pokok-pokok ilmu Waris, cet I, (Semarang: Mujahidin,
1981)
Muhammad Hasbi Ash Shiddiqie, Teungku, Fiqh Mawaris, cet III, (Semarang
: Pustaka Rizki Putra, 2001)
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo persada,
2001)
Salman, Otje, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam. (Bandung: Refika
Aditama, 2006)
Syarifuddin, Amir.Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Kencana, 2005 )
[1]
Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap dan
praktis, ( Jakarta : Sinar grafika, 2008) h. 131
[2]
Otje Salman S.S.H dan Mustafa Haffas, S.H, Hukum Waris Islam. (Bandung:
Refika Aditama, 2006) hal.75
[3]
Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Kencana, 2005 ) hal.
108
[4]
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo persada,
2001) hal. 130
0 Response to "Makalah Fiqh Mawaris ( Gharawain ) ‘Aul Dan Radd "
Post a Comment