Makalah Pengertian Hukum Islam pada masa rasulullah dan sahabat? Sumber hukum islam? Ijtihad pada masa rasul? Contoh ijtihad rasul?
Periode Rasulullah saw adalah periode yang paling penting dalam
pembentukan legal jurispundence karena hukum yang ditetapkan pada periode ini
merupakan sumber utama dalam pembentukan legal jurispundence (fiqh), yang ada
dalam setiap kurun, baik di masa lalu, sekarang maupun yang akan dating.
Legal jurispundence pada fase awal disebut fiqh wahyu karena
hukum-hukumnya diturunkan kepada Rasulullah SAW secara langsung, baik secara
lafaznya (Al-Quran) atau pun secara maknanya (al-hadits) dan kemudian
Rasulullah saw menyampaikannya kepada umatnya. Jadi legal jurispundence pada
periode ini adalah hanya wahyu adapun ijtihad yang dilakukan beliau termasuk
bagian dari wahyu karena ijtihadnya selalu dalam bimbingan wahyu dan tidak ada
yang disampaikan oleh beliau kecuali dalam bentuk wahyu, baik secara langsung
maupun tidak langsung sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya: “dan tiadalah
yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya . ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”
1. Peranan Rasulullah SAW dalam Pembinaan Hukum
Dalam pembinaan hukum, setidaknya ada tiga hal yang dilakukan
Rasulullah saw yaitu pembinaan aturan-aturan hukum (legislasi), pembinaan
lembaga peradilan, penegakan hukum dan pembinaan lembaga-lembaga terkait, dan
pembinaan masyarakat hukum. Dengan demikian beliau melakukan fungsi sebagai
seorang legislator, hakim agung, menteri kehakiman, dan jaksa agung.
a. Pembinaan aturan hukum
(undang-undang)
Idealnya,
dalam suatu masyarakat ada aturan-aturan atau norma yang dipatuhi dan oleh
semua anggota masyarakat. Aturan tersebut dapat berupa nnorma-norma atau akhlak
dan norma-norma hukum. Norma akhlak biasanya memiliki sanksi berupa pengucilan
dari masyarakat. Namun, ketika suatu masyarakat semakin permisif dan tidak
peduli dengan orang lain, sanksi ini tidak menemukan relevansinya karena
anggota masyarakatnya sangat individualistis.
Risalah Islam yang dibawa Muhammad saw juga berisi aturan-aturan
hukum. Tetapi risalah tersebut juga tidak tumpah ruah ditengah-tengah
masyarakat yang hampa terhadap hukum sama sekali. Oleh karena itu, terdapat
beberapa aturan yang menjadi sumber bagi para pencari keadilan pada masa
Rasulullah saw. Sumber-sumber hukum tersebut adalah wahyu, adat masyarakat Arab
yang telah diadaptasi oleh Islam, hukum-hukum agama Yahudi dan Kristen bagi
pemeluknya, dan aturan-aturan hukum baru yang merupakan hasil kesepakatan
berbagai kelompok masyarakat.
Aturan-aturan hukum yang berupa wahyu tersebut ditulis di atas berbagai media seperti pelepah pisang, kulit binatang, dan pelepah kurma. Penulisan ini atas perintah Rasulullah saw sendiri kepada para penulis wahyu. Dengan demikian, jelaslah ada usaha untuk pengkodifikasian aturan-aturan hukum sejak zaman Rasulullah SAW.
Aturan-aturan hukum yang berupa wahyu tersebut ditulis di atas berbagai media seperti pelepah pisang, kulit binatang, dan pelepah kurma. Penulisan ini atas perintah Rasulullah saw sendiri kepada para penulis wahyu. Dengan demikian, jelaslah ada usaha untuk pengkodifikasian aturan-aturan hukum sejak zaman Rasulullah SAW.
b. Pembinaan Lembaga Peradilan
Sebagaimana
telah diketahui bersama bahwasannya selain menjadi Rosulullah SAW, beliau juga
mendapatkan peran sebagai seorang hakim pada masa itu. Dalam pelaksanaan yang
telah dilakukan oleh Rosulullah SAW adalah melakukan pengangkatan hakim dan
pembinaan hukum acara peradilan. Pembinaan-pembinaan seperti itu dilakukan
diberbagai daerah wilayah Negara tersebut. Dalam pengangkatan dan mengirim
hakim ke suatu daerah, Rosul memberikan beberapa pertanyaan kepada Mu’adz bin Jabal,
yakni:
Rosul
berkata: “Bagaimana kamu memutuskan suatu perkara?”
Muadz menjawab: “Saya akan memutuskan perkara tersebut berdasarkan Kitab Allah.”
Muadz menjawab: “Saya akan memutuskan perkara tersebut berdasarkan Kitab Allah.”
“Bagaimana
kalau tidak ditemukan di dalam Kitab Allah?”
“Saya akan
memutuskan berdasarkan sunnah Rosul-Nya.”
“Jika masih
belum ditemukan juga?”
“Saya akan
berijtihad namun tidak melampaui batas.”
Kemudian
Rosulullah SAW bersyukur kepada Allah yang telah menunjukinya dan utusannya.
2. Karakteristik Hukum Islam
Sistem hukum Islam yang dibawa Rosulullah SAW mempunyai beberapa
karakteristik dalam pembentukannya, diantara adalah;
1. Rabbaniyyah
Dalam
pembentukan hukum Islam dalam fenomena yang terjadi pada masa itu, dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk system hukum lainnya. Hal ini
disebabkan oleh sumber hukum yang tidak dapat diubah kembali karena bersumber
dari Allah. Dalam Al-Quran tidak semua isinya berisi aturan-aturan hukum.
Kandungan Al-Quran lainnya berkaitan dengan masalah akidah, akhlak, dan
sebagainya. Di samping Al-Quran sebagai sumber hukum Isalam yang utama,
terdapat pula aturan-aturan hukum yang ‘dikeluarkan’ oleh Rasulullah saw yang
kemudian disebut dengan hadits.
Hal ini
dikarenakan semua perkataan dan ketetapan Rasulullah saw merupakan wahyu juga
namun tidak termasuk dalam Al-Quran. Konsekuensi yangh bias dilihat dari hukum
Allah itu adalah sebagai berikut :
1. Hukum Islam itu sempurna dan
tidak terhinggapi oleh kekurangan apapun, kebodohan, hawa nafsu, dan kezaliman.
2. Hukum Islam itu lebih berwibawa
dan dihormati oleh semua orang-orang yang beriman karena merupakan ciptaan
Allah.
3. Syumul (comprehensive). Hukum
Islam mencakup semua aspek baik politik, ekonomi,social, kenegaraan, manajemen
dan lainnya.oleh karena itu, orang yang mengaku Islam tidak boleh mengambil
hukum Islam secara parsial tapi harus menyeluruh.
2. Tadarruj (bertahap)
Nabi Muhammad
saw melakukan pembinaan hukum masyarakat secara bertahap. Diawal risalah,
masyarakat arab masih menganut adat dan hukum jahiliyah. Oleh karena itu, tidak
bijak kalu dilakukan perubahan hukum dan budaya secara drastic. Ayat-ayat
Al-Quran yang membawa pesan-pesan hukum diturunkan secara berangsur-angsur. Hukum-hukumnya
pun datang beriringan sesudah sesuatu sebab yang menghendaki hukum itu dan
sesudah berakarnya hukum-hukum yang telah ditetapkan, barulah didatangkan hukum
lain. Misalnya, hukum minum khamar pada awalnya hanya berupa celaan saja,
kemudian meningkat menjadi larangan mengerjakan shalat dalam keadaan di bawah
pengaruh minuman keras. Pada tahap akhir, khamar diharamkan bersama-sama dengan
judi dan mengundi nasib.
3. Umum (general)
Hukum Islam
itu berlaku untuk semua manusia , baik orang Arab maupun non-Arab, hal ini
ditegaskan dalam firmanNya: “Dan Kami tidak mengutus, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan.” Keumuman syariat Islam bisa dilihat dari indikator berikut ini:
1. Bahwa syariat Islam sangat
memperhatikan maslahat manusia dalam menetapkan hukum karena tidak ada hukum
yang ditetapkan untuk manusia kecuali untuk kemaslahatan manusia itu sendiri.
2. Adanya konsep “rukhsakh” dan
“azimah” (keringanan) yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi setiap
hambanya. Kemampuan itulah yang menjadi standar pelaksanaan hukum bisa
tercapai. Untuk itu dan khususnya bagi mereka yang belum terbiasa dan mampu
menjalankan hukum Islam, bisa menerapkan secara bertahap (tadarruj). Tapi
konsep tadarruj itu bersifat temporer dan bukan untuk selamanya.
4. Ideal dan Realistis (idealizme
and realizm)
Hukum Islam
juga mempunyai karakteristik mudah, realistis dan idealis serta tidak membebani
di luar kemempuan manusia. Hal ini dengan jelas bisa dilihat dalam beberapa
contoh firman Allah SWT:
“....Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....”
“.....Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesamnggupannya....”
“....dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan....”
“....dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan....”
5. Wasathiyah (moderate)
Kelebihan
syariat Islam lainnya ialah memiliki karakter moderat atau seimbang, yakni
sikap seimbang dan proporsional dalam menyikapi semua masalah dan hal-hal yang
salinh bertentangan. Misalnya, seimbang dalam menyikapi konsep ketuhanan dan
kemanusiaan, seimbang dalam menyikapi materialisme dan spiritualisme, seimbnag
dalam keduniaan dan keakhiratan, seimbang dalam menempatkan kepentingan pribadi
dan umum, dan sebaginya.
6. Murunah (flexlble)
Hukum Islam
mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat
membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Prinsip-prinsip
hukum Islam dan kaidah-kaidah universalnya bisa mengakomodasi dalam tuntutan
waktu dan tempat, kapan dan dimana pun. Hukum yang berhubungan dengan
prinsip-prinsip hukum Islam dan kaidah-kaidah universalnya secara permanen,
tidak berubah dengan berubahnya waktu dan tempat tetapi permasalahan teknis dan
operasional penegakan keadilan, itu tergantung pada waktu dan tempat
pelaksanaan peradilan. Firman Allah SWT berkata:
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”
7. Al-‘Adalah (adil)
Allah telah
menegakkan keadilan di muka bumi dan di langit serta menyuruh makhluknya untuk
menegakkan dan melaksanakannya. Dalam firmanNya mengatakan:
“Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika ia[orang yang tergugat atau yang terdakwa.] Kaya ataupun
miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
Di depan
hukum Islam, manusia diperlakukan sama, tidak ada diskriminasi atas dasar SARA.
Tidak ada penguasa yang bebas dari jerat hukum apabila berbuat salah. Sikap ini
diwarisi oleh para pengganti beliau seperti para sahabat diantaranya Abu Bakar
dan Umar. Dalam pidato pertamanya sebagai khalifah, Abu Bakar berkata:”Orang
yang lemah dalam pandangan kamu, menjadi kuat di sisiku hingga aku kembalikan
kepadanya haknya tersebut. Dan orang yang kuat pada pandangan kamu, lemah di
sisiku hingga aku ambil darinya hak orang lain. Kemudian, kepada Amr’ bin ‘Ash,
Umar berkata, “Sejak kapan kamu memperbudak manusia, padahal mereka terlahir
sebagai orang-orang yang merdeka?”
8. Raf’u al-Haraj (Tidak Sukar)
Segala bentuk
taklif (pembebanan hukum) dalam Islam adalah batas-‘ala batas manusia (al
thaqati al-basyariyyah). Hal ini disebutkan dalam firman Allah, yakni:
”Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum
Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami
apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum
yang kafir."
Meskipun demikian,
hal ini bukan berarti memudah-mudahkan semua urusan agama atau meniadakan
beban,. Akan tetapi, Islam berusaha meringankan kesukaran dalam menjalankan
perintah dan anjuran syar’i serta meninggalkan larangan agama.
9. Jalbu al-Mashalih
Hukum yang
diterapkan oleh Muhammad SAW adalah hukum yang sesuai dengan kemaslahatan
manusia, misalnya, zina dilarang agar manusia dapat hidup lebih bermartabat dan
jelas keturunannya. Sebagai gantinya, nikah dianjurkan agar hidup manusia lebih
tentram.
10. Takamul/Syumul (Comprehensive)
Takamul
berarti bahwa hukum Islam itu bersifat lengkap, sempurna, dan berkumpul padanya
berbagai macam pandangan hidup. Hukum Islam membentuk umat dalam satu kesatuan
yang padu walaupun mereka berbeda-beda bangsa, bahasa, dan budaya. Hukum Islam
dapat di terima oleh ahlul naql yang mengutamakan teks wahyu dibanding rasio,
dan ahlul aql yang lebih mengutamakan rasio dibandingkan teks wahyu.
Hukum-hukum Islam itu terdiri dari beberapa bagian, diantaranya:
1. Hukum yang berhubungan dengan
aqidah
2. Hukum yang berhubungan dengan
akhlak
3. Hukum yang berhubungan dengan
hubungan manusia dengan penciptaNya
4. Hukum yang berhubungan dengan
hubungan antara manusia, yang terdiri dari hukum keluarga, hukum sipil, dan
hukum pidana.
3. Berijtihad dalam Menetapkan Hukum
pada Masa Rosulullah SAW
Sumber hukum yang berlaku pada masa Rosulullah SAW adalah bermula
dari fiqh wahyu yang bersumber pada wahyu semata. Walaupun begitu, ketika
timbul suatu permasalahan, maka Rosulullah berijtihad dengan para sahabatnya
dan menyuruh sahabatnya untuk mengikutinya dalam berijtihad. Apabila ijtihad
itu salah, maka dapat dibenarkan dengan wahyu dan apabila ijtihad itu benar,
maka dapat ditegaskan dengan wahyu sebagai bukti pengukuhan. Pada masa ini,
metode ijtihad merupakan cara legal dan diakui sebagai salah satu sumber hukum,
tapi hal itu dengan syarat tidak bisa terpisah dari wahyu yang suda ada.
4. Kodifikasi Hukum
Dalam rangka
menjaga keutuhan dan keamanan hukum serta sosialisasinya, Rosulullah SAW selalu
menuliskan wahyu dengan cara mengangkat beberapa orabg sebagai sekretaris
seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya untuk menulis semua
hukum yang telah ditetapkan oleh wahyu sehingga semua hukum yang diturunkan
melaluinya sudah terkodifikasi dalam bentuk tulisan-tulisan, baik ditulis di
kulit atau pelepah-pelepah kurma sehingga ketika Rosulullah meninggal,
hukum-hukum tersebut dapat tersimpan dalam bentuk-bentuk hafalan-hafalan. Dan
hal itu menghindari tercampurnya hadits-hadits dengan hukum yang ditetapkan
secara lafadz dari Allah SWT
KESIMPULAN
Satu, Peranan
Rosulullah SAW dalam pembentukan hukum-hukum Islam adalah melalui
pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh beliau, diantaranya pembinaan
aturan-aturan hukum (legislasi), pembinaan lembaga peradilan, penegakan hukum
dan pembinaan lembaga-lembaga terkait, dan pembinaan masyarakat hukum. Dalam
pembinaan tersebut merupakan suatu perwujudan dalam pencapaian yang diinginkan
untuk kesempurnaan hukum yang disesuaikan dengan wahyu yang diturunkan oleh
Allah.
Kedua,
karakteristik hukum Islam merupakan bentuk-bentuk hukum Islam dalam memenuhi
tatanan yang sesuai dengan tingkah laku dan cara berfikir umat muslim untuk
mempertahankan keimanan dan keislamannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Syafii
Antonio Muhammad, M.Ec, Dr., The Super Leader Super Manager, Cet. 9, Tazkia
Multimedia & ProLM centre, Jakarta, 2008
- Al-Qur’an
dan Terjemahannya, DEPAG, RI
- Software;
Qur’an in World
0 Response to "Makalah Hukum Islam Pada Masa Rasulullah SAW"
Post a Comment